JURNAL
Etika
Bisnis
Moralitas
Koruptor
Wisma
Atlet Tambang Emas bagi Koruptor
NAMA : KUNTHI RATU
NPM : 14211035
KELAS : 4EA17
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
ABSTRAK
Kunthi Ratu Jimat,
14211035
WISMA ATLET TAMBANG
EMAS BAGI KORUPTOR
JURNAL. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Moralitas,
Wisma Atlet, Koruptor, Korupsi
Kasus korupsi di
Indonesia mulai menyeruak, salah satunya yaitu kasus wisma atlet yang menyeret
beberapa pejabat didalamnya. Salah satunya adalah Angelina Sondakh, mantan
putri Indonesia tersebut ikut terseret dalam kasus tindak pidana korupsi wisma
atlet SEA Games.Anggie yang semula dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan, ditambah menjadi 12
tahun dan denda sebesar 500 juta rupiah oleh MA karena terbukti aktif meminta
dan menerima fee.
Menjamurnya korupsi di
Indonesia lekas membuat penulis berpikir mengapa ini bias terjadi. Moral yang
seharusnya dijunjung tinggi apalagi oleh pejabat negara sebagai panutan malah
dinodai oleh keserakahan mereka.
K
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia beberapa tahun terakhir ini semakin akrab
dengan korupsi. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini banyak kasus tindak pidana
korupsi yang menyeruak yang kebanyakan dilakukan oleh pejabat negara. Salah
satunya adalah angota DPR komisi X periode 2009-2014, Angelina Patricia Pingkan
Sondakh atau yang akrab dipanggil Anggie diketahui terlibat kasus tindak pidana
korupsi wisma atlet SEA Games. Anggie dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan, kini
diberi tambahan hukuman menjadi 12 tahun penjara dan denda sebesar 500 juta
rupiah. Mahkamah Agung memberi hukuman pidana tambahan karena diketahui bahwa
Anggie aktif meminta dan menerima fee dalam kasus ini.
Sungguh sangat disayangkan, pejabat negara yang
seharusnya melindungi rakyat, menjunjung tinggi hak rakyat malah melakukan
tindakan yang justru menguras harta negara. Padahal mereka orang yang berpendidikan,
tidak sepatutnya melakukan korupsi. Lalu mengapa korupsi seakan semakin
menjamur di Indonesia? Apa penyebabnya? Dimanakah moral dari para koruptor
tersebut?
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik
untuk membuat penulisan dengan judul “Wisma
Atlet Tambang Emas bagi Koruptor” .
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
mengapa bisa terjadi, mengapa sulit diberantas dan
bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, siapa yang harus bertanggungjawab
a. Mengapa
tindak pidana korupsi semakin marak terjadi?
b. Mengapa
tindak pidana korupsi sulit diberantas?
c. Bagaimana
dampak tindak pidana korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis?
d. Siapa
yang harus bertanggung jawab terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi?
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui penyebab semakin maraknya tindak pidana korupsi
2. Untuk
mengetahui penyebab sulit diberantasnya tindak pidana korupsi
3. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi terhadap sebuah
kegiatan bisnis.
4. Untuk
mengetahui orang yang bertanggung jawab terhadapa tindak pidana korupsi yang
terjadi
1.4
Batasan
Masalah
Dalam penulisan kali ini, penulis membatasi masalah
yaitu pada Kasus tindak pidana korupsi oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh.
1.5
Metode
Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mencari dan sekunder
dari internet dan studi kepustakaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Moral
Istilah Moral berasal
dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata 'moral' yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang
masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata 'etika', maka secara etimologis, kata ’etika’
sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti
yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan
kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan
yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu 'etika' dari bahasa Yunani dan
'moral' dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar
narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau
bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak
yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat
kebiasaan yang mengatur tingkah laku.
2.1.2 Macam – Macam Moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya
perilaku manusia, yaitu:
1.
Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang
dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau
sikap yang mau diambil.
2.
Moral normatif, yaitu etika yang berusaha
menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai
dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
2.1.3
Fungsi Moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia, yaitu:
1.
Mengingatkan manusia untuk melakukan
kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian masyarakat.
2.
Menarik perhatian pada permasalahan moral
yang kurang di tanggapi.
3.
Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada
gejala pembiasaan emosional.
2.1.4 Korupsi
2.1.4.1 Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang
terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
2.1.4.2 Korupsi di Indonesia
a.
Apa yang dimaksud dengan Korupsi?
UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian
korupsi mencakup perbuatan:
·
Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan
lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
·
Menyalahgunakan kewenangan karena
jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan
keuangan/perekonomian negara (pasal 3).
·
Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11).
·
Kelompok delik penggelapan dalam jabatan
(pasal 8, 9, dan 10).
·
Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12).
·
Delik yang berkaitan dengan pemborongan
(pasal 7).
·
Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C).
b. Apa yang dimaksud dengan pemberantasan tindak
pidana korupsi?
Pemberantasan
tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan,
dengan peran serta masyrakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.1.5
Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi
1. Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak
bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
2. Kurangnya transparansi di
pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran
lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan
jaringan "teman lama".
6. Lemahnya ketertiban
hukum.
7. Lemahnya profesi
hukum.
8. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan
media massa.
9. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
2.1.6
Dampak Korupsi
2.1.6.1 Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara
menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi
di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan
publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.1.6.2 Ekonomi
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus
yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat
untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien,
Korupsi menimbulkan
distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek
masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin
menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi,
yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi
pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan
lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi
memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia,
terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya
(meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui
investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996,
pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang
luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan
juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah
lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat
untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
2.1.6.3
Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi
perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan
kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu
mereka.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek
penelitian dalam penulisan ini adalah kasus wisma atlet dengan terdakawa
Angelina Sondakh.
3.2 Pengumpulan Data
Data
yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah ada,
yaitu dalam penulisan ini diambil dari internet, dan studi kepustakaan.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Kasus
JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah
Agung memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi
Partai Demokrat, Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi
Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan
Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta
dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, seperti
dikutip Harian Kompas,
Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa
pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS
(sekitar Rp 27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti.
Putusan tersebut
diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo
Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013). Angie dijerat Pasal
12a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan
Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal
11 UU itu.
Menurut majelis
kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di
Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
”Terdakwa aktif
meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar
7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen. Dan (fee) ini harus
sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran
dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk
membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12a," ungkap Artidjo kepada Kompas.
Menurut Artidjo,
majelis kasasi juga mempertimbangkan peran Angie aktif memprakarsai pertemuan
dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempermudah
penggiringan anggaran Kemendiknas.
”Terdakwa juga beberapa kali melakukan
komunikasi dengan Mindo tentang tindak lanjut dan perkembangan upaya
penggiringan anggaran dan penyerahan imbalan uang atau fee. Terdakwa lalu mendapat
imbalan dari uang fee Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS,” ujarnya.
Pembeda putusan
Salah satu yang membedakan putusan MA
dengan putusan sebelumnya adalah terkait uang pengganti. Artidjo menilai,
pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan seolah enggan menjatuhkan
pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal
dari swasta dan bukan dari keuangan negara.
”Itu salah. Karena Pasal 17 UU
Pemberantasan Tipikor jelas-jelas menyebutkan terdakwa dapat dijatuhi pidana
tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 18 UU yang sama. Jadi bisa
dijatuhi hukuman uang pengganti,” ujar Artidjo.
Kuasa hukum Angelina Sondakh, Teuku
Nasrullah, saat dihubungi, mengaku belum mendengar putusan. Ia belum dapat
berkomentar dan akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kliennya.
Wakil Ketua KPK Busyro
Muqoddas mengapresiasi vonis kasasi yang dijatuhkan MA. Menurutnya, vonis
kasasi MA terhadap Angie mencerminkan ketajaman rasa kepekaan dan keadilan
sosial. Terlebih lagi, katanya, vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran
pemikiran hukum para penegak hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif
positivistik dan tandus dari roh keadilan, seperti tecermin dalam rendahnya
beberapa vonis terdakwa korupsi.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penyebab
maraknya tindak pidana korupsi adalah keserakahan dari para koruptor demi
mengangkat status social dan menunjang gaya hidup yang tinggi serta kurangnya
pengawasan dari pihak yang berwenang.
2. Penyebab
sulit diberantasnya korupsi karena sudah menjadi kebiasaan. Tidak hanya pejabat
tinggi, namun yang lebih rendah pangkatnya pun sudah melakukan korupsi. Dan ini
dianggap menjadi hal biasa, mental yang terbentuk seperti ini menjadi sulit
unuk diberantas
3. Dampak
yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis,
yaitu terjadi aturan-aturan baru dan hambatan. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari
persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak
efisien
4. Yang
bertanggung jawab terhadapa tindak pidana korupsi yang terjadi yaitu orang yang
melakukannya. Namun di lain hal kita sebagai warga Indonesia juga patut mencari
solusi dan melakukan antisipasi agara korupsi tidak lagi berkembang atau bahkan
sudah tidak lagi dilakukan
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang
didapat, penulis memberikan saran :
1. Sebaiknya
setiap pejabat atau aparatur pemerintah diperiksa kekayaannya secara berkala,
dilakukan pengawasan ketat dan diminta untuk melakukan penganggaran secara
transparan, agar lebih mudah diawasi.
2. Pelaku
tindak pidana korupsi harus dihukum yang sesuai dengan kesalahan mereka, jangan
diringankan agar mereka jera dan agar menjadi peringatan bagi calon koruptor
lain sehingga tidak jadi melakukan korupsi.
3. Dari
usia dini, anak-anak dididik untuk selalu berlaku jujur dan penuh amanah. Agar ketika
besar nanti tidak mudah berbohong apalagi sampai korupsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Koran Kompas. 21 November 2013. Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie Jadi 12
Tahun Dalam: http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5.Tahun.MA.Perberat.Vonis.Angie.Jadi.12.Tahun
http://id.scribd.com/doc/242651615/Moral-1-docx#scribd
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4430/moral21.htm
http://jumardinurfadilah.blogspot.com/2012/06/materi-mata-kuliah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://kpk.go.id/id/faq
studentsite.gunadarma.ac.id
baak.gunadarma.ac.id
gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar