JURNAL
Etika
Bisnis
Keadilan
dalam Bisnis oleh PT. Lapindo Brantas terhadap Semburan Lumpur Sidoarjo
NAMA : KUNTHI RATU
NPM : 14211035
KELAS : 4EA17
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
ABSTRAK
Kunthi Ratu Jimat,
14211035
KEADILAN DALAM BISNIS
OLEH PT. LAPINDO BRANTAS TERHADAP SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO
JURNAL. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Keadilan
dalam Bisnis, PT. Lapindo Brantas, Lumpur Sidoarjo
tidak sedikit pelaku
bisnis yang menghalalkan segala cara untuk membangun dan menjalankan bisnisnya.
Ia tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar,
sehingga menimbulkan kerugian yang dirasakan oleh warga atau masyarakat lain
karena ia tidak menegakkan keadilan dalam menjalankan bisnisnya.
PT. Lapindo adalah
perusahaan yang bergerak dibidang eksplorasi dan produksi migas di Indonesia.
Dalam kasus ini, PT. Lapindo Brantas diduga melakukan kesalahan pengeboran
sehingga menimbulkan semburan lumpur panas di daerah Sidoarjo dan sekitarnya
yang menyebabkan kerugian baik moril maupun materil terutama dirasakan oleh
warga yang menjadi korban semburan lumpur panas tersebut.
(Daftar Pustaka 2005 - 2006)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dunia bisnis semakin berkembang dengan inovasi dan
kualitasnya masing – masing. Muncul para pelaku bisnis baru yang menwarkan
produk atau jasanya dengan bervariasi. Semakin banyaknya pelaku bisnis, membuat
persaingan diantara mereka semakin pesat. Dengan berbagai cara, pelaku bisnis
menciptakan produknya agar dapat menarik konsumen sehingga mendapatkan
keuntungan yang sebesar – besarnya. Pengurangan biaya produksi misalnya, juga
termasuk cara untuk menambah keuntungan atau paling tidak menekan pengeluaran
dengan harapan keuntungan yang sama besarnya. Segalanya dilakukan untuk menarik
perhatian konsumen dan membangun citra yang baik terhadap konsumen.
Namun, tidak sedikit pelaku bisnis yang menghalalkan
segala cara untuk membangun dan menjalankan bisnisnya. Ia tidak memperhatikan
dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar, sehingga menimbulkan
kerugian yang dirasakan oleh warga atau masyarakat lain karena ia tidak
menegakkan keadilan dalam menjalankan bisnisnya.
Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penulisan yang berjudul “Keadilan dalam Bisnis oleh PT. Lapindo
Brantas terhadap Semburan Lumpur Sidoarjo”.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apakah
PT. Lapindo tidak memperhatikan keadilan bisnis dalam menjalankan bisnisnya?
b. Dampak
apa yang ditimbulkan PT. Lapindo dari kegiatan bisnisnya?
c. Apa
saja kerugian yang diderita oleh warga yang terkena Lumpur Lapindo?
1.1
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui PT. Lapindo tidak memperhatikan keadilan bisnis dalam menjalankan
bisnisnya.
2. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan PT. Lapindo dari kegiatan bisnisnya.
3. Untuk
mengetahui kerugian yang diderita oleh warga yang terkena Lumpur Lapindo.
1.2
Batasan
Masalah
Dalam penulisan kali ini, penulis membatasi masalah
yaitu pada PT. Lapindo dan warga Sidoarjo.
1.3
Metode
Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mencari dan sekunder
dari internet dan studi kepustakaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengertian Bisnis
Menurut
Raymond E Glos dalam bukunya yang berjudul “Business : its nature and environment
: An Introduction” yang dikutip oleh Umar (2005), bisnis adalah seluruh
kegiatan yang diorganisasikan oleh orang orang yang berkecimpung
dalam bidang perniagaan dan industry yang menyediakan barang dan jasa untuk
kebutuhan mempertahankan dan memperbaiki standard serta kualitas hidup mereka.
2.1.2 Teori Keadilan
2.1.2.1
Teori Keadilan Aristoteles
Atas pengaruh Aristoteles secara
tradisional keadilan dibagi menjadi tiga :
1. Keadilan Legal
Keadilan legal
yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum yang
berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang
ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan antara
individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang
atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan
berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan
yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Keadilan
Komutatif
Keadilan ini
mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yan lain atau antara
warganegara yang satu dengan warga negara lainnya. Keadilan komutatif
menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dengan warga yang lain.
Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau berlaku sebagai keadilan
tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil
antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan komutatif menuntut agar
semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengembalikan pinjaman,
memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang pantas, dan menjual
barang dengan mutu dan harga yang seimbang.
3. Keadilan
Distributif
Prinsip dasar
keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi adalah distribusi
ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara. Keadilan
distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya dalam perusahaan.
Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan harus digaji
sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam
karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam
buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan yang
berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari
filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan”. Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan
mesti dipahami dalam pengertian kesamaan.
2.1.2.2
Teori Keadilan Adam Smith
Pada teori keadilan Aristoteles, Adam
Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan yaitu keadilan komutatif.
Alasan Adam Smith hanya menerima
satu konsep atau teori keadilan adalah:
1.
Menurut
Adam Smith yang disebut keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti yaitu
keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan
hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak yang lain.
2.
Keadilan
legal sesungguhnya sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan
legal sesungguhnya hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan
komutatif yaitu bahwa demi menegakkan keadilan komutatif negara harus bersikap
netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali
3.
Adam
Smith menolak keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan. Alasannya
antara lain karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak semua orang
tidak boleh dirugikan haknya atau secara positif setiap orang harus
diperlakukan sesuai dengan haknya.
Ada 3 prinsip pokok keadilan komutatif menurut Adam
Smith, yaitu:
1. Prinsip No Harm
Prinsip keadilan
komutatif menurut Adam Smith adalah no harm, yaitu tidak merugikan dan melukai
orang lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik
menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya. Pertama, keadilan tidak hanya
menyangkut pemulihan kerugian, tetapi juga menyangkut pencegahan terhadap
pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan rakyat
sama-sama mempunyai hak sesuai dengan status sosialnya yang tidak boleh
dilanggar oleh kedua belah pihak. Pemerintah wajib menahan diri untuk tidak
melanggar hak rakyat dan rakyat sendiri wajib menaati pemerintah selama pemerintah
berlaku adil, maka hanya dengan inilah dapat diharapkan akan tercipta dan
terjamin suatu tatanan sosial yang harmonis. Ketiga, keadilan berkaitan dengan
prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang sama
didepan hukum bagi setiap anggota masyarakat.
2. Prinsip
Non-Intervention
Disamping prinsip
no harm, juga terdapat prinsip no intervention atau tidak ikut campur dan
prinsip perdagangan yang adil dalam kehidupan ekonomi. Prinsip ini menuntut
agar demi jaminan dan penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak
seorangpun diperkenankan untuk ikut campur tangan dalam kehidupan dan kegiatan
orang lain.campur tangan dalam bentuk apapun akan merupakan pelanggaran
terhadap hak orang tertentu yang merupakan suatu harm (kerugian) dan itu
berarti telah terjadi ketidakadilan.
3. Prinsip Keadilan Tukar
Prinsip keadilan
tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair, terutama terwujud dan terungkap
dalam mekanisme harga dalam pasar. Dalam keadilan tukar ini, Adam Smith
membedakan antara harga alamiah dan harga pasar atau harga aktual. Harga
alamiah adalah harga yang mencerminkan biaya produksi yang telah dikeluarkan
oleh produsen, yaitu terdiri dari tiga komponen biaya produksi berupa upah
buruh, keuntungan untuk pemilik modal, dan sewa. Sedangkan harga pasar atau
harga aktual adalah harga yang aktual ditawarkan dan dibayar dalam transaksi
dagang didalam pasar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penulisan
ini adalah PT. Lapindo
3.2 Pengumpulan Data
Data
yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah ada,
yaitu dalam penulisan ini diambil dari internet, dan studi kepustakaan.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Profil Perusahaan
Lapindo
Brantas, Inc (LBI) bergerak di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di
Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di
blok Brantas, Jawa Timur. LBI melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah
kerja (WK) di darat dan 3 WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok
Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. Sementara komposisi
jumlah Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan
terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group) sebagai operator sebesar 50%,
PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%.
Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun perizinan usaha LBI terdaftar berdasarkan
hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya
dimiliki oleh pengusaha nasional.
Dari
berbagai kegiatan eksplorasi yang dilakukan, LBI telah menemukan
cadangan-cadangan migas yang berpotensi sangat baik, antara lain di
lapangan Wunut yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Lapangan
Wunut dinyatakan komersial dan mulai berproduksi pada bulan Januari 1999.
Kemudian disusul oleh lapangan Carat di Kabupaten Mojokerto juga
yang telah dinyatakan komersial pada tahun 2006, lalu lapangan
Tanggulangin yang mulai dinyatakan komersial pada bulan Juni 2008.
4.2 Sejarah Perusahaan
Lapindo
Brantas Inc., pertama didirikan pada tahun 1996 setelah proses kepemilikan
sahamnya diambil alih dari perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat,
Huffington Corporation, yang saat itu telah menandatangani perjanjian Production
Sharing Contract (PSC) dengan Blok Brantas di Jawa Timur untuk jangka
waktu 30 tahun.
Dari
tahun 1991 hingga 1996, LBI melakukan survei seismik dan kegiatan pemboran
eksplorasi yang fokus pada pengembangan Lapangan Gas Wunut, yang kemudian mulai
berproduksi pada 25 Januari 1999. LBI merupakan perusahaan swasta pertama di
Indonesia yang memproduksi gas di Lapangan Wunut, kemudian bergabung dengan PT
Energi Mega Persada (EMP) di tahun 2004 sebelum diambil alih oleh Minarak
Labuan Co. Ltd.. (MLC)
4.3 Struktur Organisasi Perusahaan
4.5 Lumpur Lapindo
4.5.1 Banjir Lumpur Panas Sidoarjo
Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa
menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di
Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, KecamatanPorong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan
tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan
di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
4.5.2 Lokasi
Lokasi
semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah
selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan
Gempol (Kabupaten Pasuruan) di sebelah selatan.
Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur
Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Lokasi
semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya
merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi
semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya
Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta
jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia
4.5.3 Perkiraan
Penyebab Terjadinya
Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1
pada awal Maret 2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT
Medici Citra Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton
International Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari
Lapindo senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman
8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur
tersebut akan dipasang selubung bor (casing ) yang
ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk mengantisipasi potensi circulation
loss (hilangnya lumpur
dalam formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke
dalam sumur) sebelum pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing
(liner) 16 inchi pada 2385
kaki dancasing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo
Press Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi
dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka “belum” memasang casing
9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas antara
formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan
pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah. Mereka membuat
prognosis dengan mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan
target pemborannya adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng
yang tidak ada formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah menyentuh target yaitu batu
gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada. Selama mengebor mereka tidak
meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih
berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi
Pucangan sudah berusaha menerobos (blow
out) tetapi dapat di atasi dengan pompa lumpurnya Lapindo (Medici).
4.5.4 Volume
Berdasarkan beberapa
pendapat ahli lumpur keluar disebabkan karena adanya patahan, banyak tempat di
sekitar Jawa Timur sampai ke Madura seperti Gunung Anyar di Madura,
"gunung" lumpur juga ada di Jawa Tengah (Bleduk Kuwu). Fenomena ini
sudah terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu. Jumlah lumpur di
Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik perhari, yang
tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pemboran" selebar 30 cm..
4.5.5 Dampak
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi
masyarakat sekitar maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Sampai Mei
2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik
untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 Triliun.
Dampak yang
diderita oleh warga yang terkena lumpur Lapindo, yaitu:
1.
Lumpur menggenangi 16 desa di tiga
kecamatan. Luapan lumpur ini juga menggenangi sarana pendidikan dan Markas
Koramil Porong. Hingga bulan Agustus 2006, luapan lumpur ini
telah menggenangi sejumlah desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan
Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa
dan tak 25.000 jiwa mengungsi. Karena tak kurang 10.426 unit rumah terendam
lumpur dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.
2.
Lahan dan ternak yang tercatat terkena
dampak lumpur hingga Agustus 2006 antara lain: lahan tebu seluas 25,61
ha di Renokenongo, Jatirejo dan Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di
Siring, Renokenongo, Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan
Jabon; serta 1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
3.
Sekitar 30 pabrik yang tergenang
terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja.
Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena dampak lumpur ini.
4.
Empat kantor pemerintah juga tak
berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
5.
Tidak berfungsinya sarana pendidikan
(SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana
infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
6.
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat
diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal
1.810 (Siring 142, Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170),
sekolah 18 (7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan
Jatirejo), pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
7.
Kerusakan lingkungan terhadap wilayah
yang tergenangi, termasuk areal persawahan
8.
Akibat amblesnya permukaan tanah di
sekitar semburan lumpur, pipa air milik PDAM Surabaya patah
9.
Ditutupnya ruas jalan tol
Surabaya-Gempol hingga
waktu yang tidak ditentukan, dan mengakibatkan kemacetan di jalur-jalur
alternatif, yaitu melalui Sidoarjo-Mojosari-Porong dan jalur Waru-tol-Porong.
10.
Tak kurang 600 hektare lahan terendam.
11.
Sebuah SUTET milik PT PLN dan
seluruh jaringan telepon dan listrik di empat desa serta satu jembatan di Jalan
Raya Porong tak dapat difungsikan.
4.6 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip Keadilan
Adam Smith
Sesuai
dengan prinsip keadilan oleh Adam Smith, dalam bisnisnya PT. Lapindo Brantas tidak
memperhatikan prinsip No Harm,
yaitu tidak merugikan dan melukai orang
lain baik sebagai manusia, anggota keluarga atau anggota masyarakat baik
menyangkut pribadinya, miliknya atau reputasinya. Dalam kasus yang telah
diuraikan, PT. Lapindo Brantas merugikan masyarakat dalam menjalankan
bisnisnya. Karena semburan lumpurnya banyak rumah, lahan dan fasilitas didaerah
Sidoarjo dan sekitar lumpuh total. Ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan
bisnisnya, PT. Lapindo tidak menegakkan keadilan sesuai dengan prinsip No
Harm oleh Adam Smith.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat
disimpulkan bahwa :
1. PT.
Lapindo Brantas tidak memperhatikan keadilan bisnis dalam menjalankan
bisnisnya, yaitu merugikan pihak lain sesuai dengan prinsip No Harm oleh Adam
Smith.
2. Dampak
yang ditimbulkan oleh PT. Lapindo Brantas atas kegiatan bisnisnya yang
merugikan masyarakat yaitu terendamnya lahan, rumah warga, lumpuhnya segala
fasilitas termasuk listrik, air dan jalan.
3. Kerugian
yang diderita oleh warga yang terkena dampak lumpur Lapindo yaitu, kehilangan
materi (harta benda) dan tekanan psikis.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang
didapat, penulis memberikan saran :
1. Sebaiknya
PT. Lapindo Brantas melakukan penanggulangan dan pencegahan semakin meluasnya
luapan semburan lumpur.
2. PT.
Lapindo Brantas memasukkan biaya ganti rugi ke dalam anggaran perusahaannya
sebagai pengeluaran prioritas.
3. Pemerintah
dan PT. Lapindo melakukan sosialisasi terhadap warga dan mengembalikan kondisi
psikis para korban agar tidak tertekan lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Umar,
Husein. (2005). Studi Kelayakan Bisnis.
Edisi-3. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika
Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius
http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/
http://nui-duniamahasiswa.blogspot.com/2012/11/teori-keadilan-adam-smith_9.html
http://www.baak.gunadarma.ac.id
http://www.studentsite.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar