Kamis, 01 Januari 2015

Tugas 4 Etika Bisnis (Moralitas Koruptor)

JURNAL
Etika Bisnis
Moralitas Koruptor
Wisma Atlet Tambang Emas bagi Koruptor




NAMA       : KUNTHI RATU
NPM           : 14211035
KELAS       : 4EA17



UNIVERSITAS GUNADARMA
2014






ABSTRAK


Kunthi Ratu Jimat, 14211035

WISMA ATLET TAMBANG EMAS BAGI KORUPTOR

JURNAL. Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014

Kata Kunci : Moralitas, Wisma Atlet, Koruptor, Korupsi

Kasus korupsi di Indonesia mulai menyeruak, salah satunya yaitu kasus wisma atlet yang menyeret beberapa pejabat didalamnya. Salah satunya adalah Angelina Sondakh, mantan putri Indonesia tersebut ikut terseret dalam kasus tindak pidana korupsi wisma atlet SEA Games.Anggie yang semula dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan, ditambah menjadi 12 tahun dan denda sebesar 500 juta rupiah oleh MA karena terbukti aktif meminta dan menerima fee.
Menjamurnya korupsi di Indonesia lekas membuat penulis berpikir mengapa ini bias terjadi. Moral yang seharusnya dijunjung tinggi apalagi oleh pejabat negara sebagai panutan malah dinodai oleh keserakahan mereka.

K




BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Indonesia beberapa tahun terakhir ini semakin akrab dengan korupsi. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini banyak kasus tindak pidana korupsi yang menyeruak yang kebanyakan dilakukan oleh pejabat negara. Salah satunya adalah angota DPR komisi X periode 2009-2014, Angelina Patricia Pingkan Sondakh atau yang akrab dipanggil Anggie diketahui terlibat kasus tindak pidana korupsi wisma atlet SEA Games. Anggie dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan, kini diberi tambahan hukuman menjadi 12 tahun penjara dan denda sebesar 500 juta rupiah. Mahkamah Agung memberi hukuman pidana tambahan karena diketahui bahwa Anggie aktif meminta dan menerima fee dalam kasus ini.
Sungguh sangat disayangkan, pejabat negara yang seharusnya melindungi rakyat, menjunjung tinggi hak rakyat malah melakukan tindakan yang justru menguras harta negara. Padahal mereka orang yang berpendidikan, tidak sepatutnya melakukan korupsi. Lalu mengapa korupsi seakan semakin menjamur di Indonesia? Apa penyebabnya? Dimanakah moral dari para koruptor tersebut?
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan dengan judul “Wisma Atlet Tambang Emas bagi Koruptor” .

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
mengapa bisa terjadi, mengapa sulit diberantas dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, siapa yang harus bertanggungjawab
a.       Mengapa tindak pidana korupsi semakin marak terjadi?
b.      Mengapa tindak pidana korupsi sulit diberantas?
c.       Bagaimana dampak tindak pidana korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis?
d.      Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi?

1.3              Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui penyebab semakin maraknya tindak pidana korupsi
2.      Untuk mengetahui penyebab sulit diberantasnya tindak pidana korupsi
3.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis.
4.      Untuk mengetahui orang yang bertanggung jawab terhadapa tindak pidana korupsi yang terjadi

1.4              Batasan Masalah
Dalam penulisan kali ini, penulis membatasi masalah yaitu pada Kasus tindak pidana korupsi oleh Angelina Patricia Pingkan Sondakh.

1.5              Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mencari dan sekunder dari internet dan studi kepustakaan.






BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Kerangka Teori
2.1.1    Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata 'moral' yaitu mos  sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata 'etika', maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 
Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu 'etika' dari bahasa Yunani dan 'moral' dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur tingkah laku.

2.1.2    Macam – Macam Moral
Ada dua macam moral dalam menentukan baik dan buruknya perilaku manusia, yaitu:
1.      Moral deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Hal ini memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.
2.      Moral normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia. Moral normatif memberikan penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

2.1.3    Fungsi Moral
Fungsi moral bagi kehidupan manusia, yaitu:
1.       Mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian masyarakat.
2.      Menarik perhatian pada permasalahan moral yang kurang di tanggapi.
3.      Dapat menjadi penarik perhatian manusia pada gejala pembiasaan emosional.

2.1.4    Korupsi
2.1.4.1 Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

2.1.4.2  Korupsi di Indonesia
a.      Apa yang dimaksud dengan Korupsi?
UU NO.31/1999 jo UU No.20/2001 menyebutkan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan:
·         Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2).
·         Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3).
·         Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11).
·         Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10).
·         Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12).
·         Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7).
·         Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C).

b.      Apa yang dimaksud dengan pemberantasan tindak pidana korupsi?
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyrakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.1.5        Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi
1.      Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
2.      Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3.      Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
4.      Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
5.      Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
6.      Lemahnya ketertiban hukum.
7.      Lemahnya profesi hukum.
8.      Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
9.      Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

2.1.6        Dampak Korupsi
2.1.6.1 Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

2.1.6.2  Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien,
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

2.1.6.3 Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.







BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1       Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penulisan ini adalah kasus wisma atlet dengan terdakawa Angelina Sondakh.

3.2       Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah ada, yaitu dalam penulisan ini diambil dari internet, dan studi kepustakaan.







BAB IV
PEMBAHASAN



4.1       Kasus
JAKARTA, KOMPAS.com  Mahkamah Agung memperberat hukuman mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrat, Angelina Sondakh alias Angie, terkait kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga. Mantan Puteri Indonesia itu divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.
Selain itu, seperti dikutip Harian Kompas, Kamis (21/11/2013), majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp 27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti.
Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin, Rabu (20/11/2013). Angie dijerat Pasal 12a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.
Menurut majelis kasasi, Angie dinilai aktif meminta dan menerima uang terkait proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.
”Terdakwa aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar 7 persen dari nilai proyek. Disepakati 5 persen. Dan (fee) ini harus sudah harus diberikan kepada terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen (sisanya) ketika DIPA turun. Itu aktifnya dia (terdakwa) untuk membedakan antara Pasal 11 dan Pasal 12a," ungkap Artidjo kepada Kompas.
Menurut Artidjo, majelis kasasi juga mempertimbangkan peran Angie aktif memprakarsai pertemuan dan memperkenalkan Mindo dengan Haris Iskandar, sekretaris pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk mempermudah penggiringan anggaran Kemendiknas.
”Terdakwa juga beberapa kali melakukan komunikasi dengan Mindo tentang tindak lanjut dan perkembangan upaya penggiringan anggaran dan penyerahan imbalan uang atau fee. Terdakwa lalu mendapat imbalan dari uang fee Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS,” ujarnya.

Pembeda putusan
Salah satu yang membedakan putusan MA dengan putusan sebelumnya adalah terkait uang pengganti. Artidjo menilai, pengadilan tingkat pertama dan banding terkesan seolah enggan menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti dengan alasan uang yang diterima Angie berasal dari swasta dan bukan dari keuangan negara.
”Itu salah. Karena Pasal 17 UU Pemberantasan Tipikor jelas-jelas menyebutkan terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 18 UU yang sama. Jadi bisa dijatuhi hukuman uang pengganti,” ujar Artidjo.
Kuasa hukum Angelina Sondakh, Teuku Nasrullah, saat dihubungi, mengaku belum mendengar putusan. Ia belum dapat berkomentar dan akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan kliennya.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengapresiasi vonis kasasi yang dijatuhkan MA. Menurutnya, vonis kasasi MA terhadap Angie mencerminkan ketajaman rasa kepekaan dan keadilan sosial. Terlebih lagi, katanya, vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak hukum yang masih bermazhab ultrakonservatif positivistik dan tandus dari roh keadilan, seperti tecermin dalam rendahnya beberapa vonis terdakwa korupsi. 





BAB V
PENUTUP

5.1       Kesimpulan
            Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Penyebab maraknya tindak pidana korupsi adalah keserakahan dari para koruptor demi mengangkat status social dan menunjang gaya hidup yang tinggi serta kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang.
2.      Penyebab sulit diberantasnya korupsi karena sudah menjadi kebiasaan. Tidak hanya pejabat tinggi, namun yang lebih rendah pangkatnya pun sudah melakukan korupsi. Dan ini dianggap menjadi hal biasa, mental yang terbentuk seperti ini menjadi sulit unuk diberantas
3.      Dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis, yaitu terjadi aturan-aturan baru dan hambatan. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien
4.      Yang bertanggung jawab terhadapa tindak pidana korupsi yang terjadi yaitu orang yang melakukannya. Namun di lain hal kita sebagai warga Indonesia juga patut mencari solusi dan melakukan antisipasi agara korupsi tidak lagi berkembang atau bahkan sudah tidak lagi dilakukan

5.2       Saran
            Berdasarkan kesimpulan yang didapat, penulis memberikan saran :
1.      Sebaiknya setiap pejabat atau aparatur pemerintah diperiksa kekayaannya secara berkala, dilakukan pengawasan ketat dan diminta untuk melakukan penganggaran secara transparan, agar lebih mudah diawasi.
2.      Pelaku tindak pidana korupsi harus dihukum yang sesuai dengan kesalahan mereka, jangan diringankan agar mereka jera dan agar menjadi peringatan bagi calon koruptor lain sehingga tidak jadi melakukan korupsi.
3.      Dari usia dini, anak-anak dididik untuk selalu berlaku jujur dan penuh amanah. Agar ketika besar nanti tidak mudah berbohong apalagi sampai korupsi.







DAFTAR PUSTAKA

Koran Kompas. 21 November 2013. Dari 4,5 Tahun, MA Perberat Vonis Angie Jadi 12 Tahun Dalam: http://nasional.kompas.com/read/2013/11/21/0742539/Dari.4.5.Tahun.MA.Perberat.Vonis.Angie.Jadi.12.Tahun

http://id.scribd.com/doc/242651615/Moral-1-docx#scribd

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4430/moral21.htm
http://jumardinurfadilah.blogspot.com/2012/06/materi-mata-kuliah.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi

http://kpk.go.id/id/faq






studentsite.gunadarma.ac.id
baak.gunadarma.ac.id
gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar